Penulis | : | Gadis Rizqy Gunanti |
Instansi | : | Universitas Pamulang (Fakultas Hukum) |
Tangerang – Hak milik atas tanah merupakan hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh. Pengaturan tentang hak milik secara khusus pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut dengan UUPA. Meskipun salah satu dari sifat hak milik yaitu turun temurun, hak milik dapat beralih dan dialihkan. Beralih artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum berupa meninggalnya pemilik tanah, maka hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Sedangkan dialihkan atau pemindahan hak milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum salah satunya yaitu jual beli.
Hak milik mempunya keistimewaan dibandingkan hak atas tanah yang lain, maka orang cenderung untuk melakukan perbuatan hukum berupa jual beli sebuah obyek dengan hak milik sebagai alas haknya. Menurut ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menentukan bahwa : Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adanya aturan tersebut, maka proses peralihan hak milik hanya dapat dilakukan apabila terdapat akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT. Dalam praktek, PPAT dibantu oleh pegawainya untuk mengurus proses pembuatan akta jual beli. Namun dalam menjalankan tugasnya, seringkali terdapat tindakan pegawai PPAT berupa pemalsuan terhadap hal-hal yang terdapat dalam akta jual beli. Dimana akta jual beli yang dipalsukan digunakan sebagai dasar untuk pengajuan sertifikat hak milik. Sehingga dengan diterbitkannya sertifikat hak milik dengan dasar akta jual beli palsu tersebut dapat merugikan pihak lain.
Permasalahan dalam proses pendaftaran tanah maupun peralihan hak milik atas tanah menjadikan baik data fisik maupun data yuridis dalam sebuah sertifikat hak atas tanah tidak sepenuhnya benar. Salah satu permasalahan tersebut yaitu pemalsuan akta otentik yang digunakan sebagai dasar pengajuan sertifikat hak milik atas tanah. Apabila proses pendaftaran tanah maupun peralihan hak atas tanah telah selesai hingga diterbitkan sebuah sertifikat hak atas tanah, maka dapat menimbulkan kerugian secara materill dan immateriil. Sehingga sertifikat yang diterbitkan atau telah dibalik nama haruslah dibatalkan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang sertifikat hak atas tanah tersebut.
Adapun tata cara pembatalan hak atas tanah telah diatur secara lengkap dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (PMNA/ Kepala BPN) Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Menurut Pasal 104 ayat (2) PMNA/ Kepala BPN, pembatalan terhadap hak atas tanah tersebut dapat dilakukan apabila terdapat 2 hal yaitu karena terdapat cacad hukum administratif dan karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pengaturan tata cara pembatalan hak atas tanah menandakan bahwa negara telah memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang kepentingannya merasa dirugikan atas ketidak benaran data fisik dan data yuridis yang terdapat dalam sertifikat sertifikat hak atas tanah. Sehingga dengan dibatalkannya sertifikat yang dalam penerbitannya terdapat cacad hukum administratif akan menjamin kebenaran data fisik maupun yuridis pada sertifikat yang akan diterbitkan setelah proses pembatalan dilakukan.
Kesimpulan
1. Pengaturan tindak pidana pemalsuan yang berlaku di Indonesia dimuat dalam Bab IX sampai dengan Bab XII Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dimana tindak pidana pemalsuan yang diatur dalam KUHP tidak hanya meliputi pemalsuan terhadap sepucuk surat, melainkan terdapat beberapa jenis tindak pidana pemalsuan dimana salah satunya yaitu tindak pidana pemalsuan surat.
2. Seseorang dapat dinyatakan bersalah dan bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya apabila telah memenuhi tiga unsur yaitu kesalahan, mampu bertanggungjawab, dan tidak terdapat alasan pemaaf.
3. Perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak yang dirugikan yaitu perlindungan hukum represif berupa pemberian sanksi pidana terhadap si pembuat dan pembatalan sertifikat hak milik atas tanah untuk menjamin kepastian kebenaran data fisik maupun yuridis pada sertifikat hak milik atas tanah yang akan diterbitkan setelah proses pembatalan dilakukan.