Penulis | : | Rahmawati (201010501176) |
Instansi | : | Universitas Pamulang (Fakultas Ekonomi dan Bisnis) |
Tangerang – Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia adalah bagian dari proses serta tujuan dalam pembangunan nasional Indonesia. Oleh sebab itu, pikiran-pikiran pembangunan yang berkembang di Indonesia pada ini sangat dipengaruhi oleh kesadaran yang makin kuat akan tidak terhindarnya keikutsertaan bangsa Indonesia dalam proses global yang sedang berlangsung itu. Diharapkan proses ini memberikan keuntungan dan mendorong proses pembangunan nasional.
Pada waktu yang bersamaan, bangsa Indonesia juga menghadapi tantangan untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang telah lebih dahulu maju. Oleh karena itu, pembangunan bangsa yang maju dan mandiri, untuk mewujudkan kesejahteraan, mengharuskan dikembangkannya konsep pembangunan yang bertumpu pada manusia dan masyrakatnya. Atas dasar itu, untuk mencapai tujuan pembangunan yang demikian, titik berat pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi dengan kualitas sumber daya manusia.
Konsep indikator pembangunan manusia sebagai ukuran pembangunan yang sejajar dengan indikator pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan. Semuanya terkait dengan proses pergolakan sosial yang berlangsung dalam tiga dasawarsa terakhir sejak tahun 60 an. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya mencakup pembangunan manusia, sebagai insan memberikan tekanan pada harkat, martabat, hak, dan kewajiban manusia yang tercermin dalam nilai-nilai yang terkandung dalam diri manusia baik segi etika, estetika, maupun logika yang meliputi nilai-nilai rohaniah kepribadian dan kejuangan.
Dalam konteks pembangunan nasional, pembangunan manusia yang seutuhnya, kemampuan profesional dan kematangan kepribadian saling memperkuat satu sama lain. Profesionalisme bisa turut membentuk sikap, perilaku dan kepribadian yang tangguh, sementara kepribadian yang tangguh merupakan prasyarat dalam membentuk profesionalisme. Minimal ada empat kebijakan pokok dalam upaya peningkatan SDM yaitu: Peningkatan kualitas hidup yang meliputi baik kualitas manusianya seperti jasmani dan rohani, serta kualitas kehidupannya seperti perumahan dan pemukiman yang sehat; Peningkatan kualitas SDM yang produktif dan upaya pemerataan penyebarannya; Peningkatan kualitas SDM yang berkemampuan dalam memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai IPTEK yang berwawasan lingkungan; serta Pengembangan pranata yang meliputi kelembagaan dan peran hukum yang selalu mendukung upaya peningkatan kualitas SDM.
Peningkatan kapasitas dan kualitas atau bangsa melalui pembangunan SDM yang unggul merupakan tugas bersama dalam menciptakan bangsa yang kuat dan negara yang makmur. Melalui SDM yang unggul, tangguh dan berkualitas baik secara fisik serta mental akan berdampak positif tidak hanya terhadap peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa, namun juga dalam mendukung pembangunan nasional. Dalam kaitan ini, terdapat beberapa hal yang harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan kualitas SDM antara lain, pertama, adalah sistem pendidikan yang baik dan bermutu dapat meningkatkan kualitas SDM. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan penataan terhadap sistem pendidikan secara menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan yang efektif dan efisien, berorientasikan pada penguasaan IPTEK serta merata di seluruh pelosok tanah air.
Kedua adalah penguatan peran agama dalam kehidupan sosial bermasyarakat dalam rangka memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa (character building). Ketiga adalah peningkatan kapasitas SDM melalui berbagai Diklat, kompetensi, pembinaan dan lain-lain. Tenaga kerja profesional dan terampil sesuai tuntutan/kebutuhan pasar merupakan faktor keunggulan suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.
Pemerintah memegang peranan penting dalam menyiapkan program-program strategis guna menghasilkan SDM berkualitas dan siap memasuki pasar kerja yang berkualitas. Terakhir, adalah pembinaan dan pengembangan masyarakat terutama generasi muda. Sebagai penopang utama dalam roda pembangunan, pemberdayaan generasi muda diharapkan dapat menciptakan generasi yang kreatif, inovatif dan berdaya saing tinggi. Karakteristik generasi muda seperti inilah yang diharapkan mampu berkonstribusi dan memenangkan persaingan global.
Mempertimbangkan peran strategis SDM bagi akselerasi pembangunan negara, kebijakan dan langkah strategis program kerja yang komperehensif mesti dapat terwujud agar dapat mencetak banyak SDM Indonesia yang unggul dan mampu bersaing di tingkat global. Sinergi kebijakan antar pemangku kepentingan pada sektor terkait dan lintas sektor juga mutlak diperlukan guna menyatukan sumber daya dan potensi yang ada bagi percepatan pembangunan SDM Indonesia.
Upaya tersebut tentu saja membutuhkan kerjasama dari semua pihak khususnya keluarga dalam hal pemberian pendidikan dan keahlian sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Kesadaran serta semangat untuk terus meningkatkan kualitas diri dan daya saing juga diperlukan dari generasi muda yang merupakan agen pembangunan bagi bangsa ini. Selain itu, diperlukan pengawasan dan evaluasi untuk memastikan program-program yang ada berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan produktifitas tenaga kerja khususnya generasi muda. Dengan SDM yang berkualitas, target dalam pembangunan Indonesia akan lebih mudah tercapai.
Tantangan Pengelolaan SDM Indonesia
Banyaknya angka usia produktif membuat Indonesia menghadapi bonus demografi. Bonus demografi bisa memberikan keuntungan namun di sisi lain juga bisa menjadi ancaman. Banyaknya penduduk usia produktif berarti terdapat potensi SDM Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka Indonesia perlu untuk berfokus pada pembangunan yang berpusat kepada manusia. Menurut Korten (1981), people-centered development berarti melihat manusia sebagai sumber daya yang paling penting dan memaksimalkan kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya. Dimensi ini lebih dari sekedar membentuk manusia yang professional dan terampil, baik secara akademik dan kompetensi, namun juga membentuk karakter dan watak.
Karakter dan watak generasi muda sedikit banyak dipengaruhi oleh konten dan interaksi yang terjadi di ranah digital. Jika dilihat dari tingkat literasi digital, mayoritas generasi muda bisa mengoperasikan gawai, mengakses media sosial, dan bersurat secara elektronik. Namun, tidak sedikit dari mereka yang kemudian terpapar informasi negatif atau bahkan melakukan cyber-bullying. Laporan Digital Civility Index (DCI) 2021 dari Microsoft, warga internet (netizen) Indonesia dianggap sebagai yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Hal ini terbukti, sesaat setelah laporan itu disampaikan, akun Instagram Microsoft diserbu netizen Indonesia yang membuat tim admin harus menutup kolom komentar dalam beberapa waktu. Berdasarkan kejadian tersebut, maka penguatan literasi digital harus didukung dengan pembekalan etika berbudaya di dunia digital.
Dunia kerja saat ini membutuhkan SDM yang bertalenta, baik secara hard skill maupun soft skill. Beberapa instansi dan perusahaan tidak hanya melihat indeks prestasi saja, tetapi kegiatan dan keahlian yang menjadi nilai tambah seseorang yang mendukung proses bisnis organisasi mereka. Perusahaan raksasa seperti Meta, Apple, dan Google sudah membuka kesempatan bagi mereka yang tidak memiliki gelar namun memiliki kompetensi yang memadai untuk bergabung di perusahaan tersebut.
Di sektor publik, untuk posisi jabatan fungsional tertentu disyaratkan memiliki sertifikasi profesi atau kompetensi agar mengesahkan kompetensi yang dimiliki. Sertifikasi dianggap sebagai bukti bahwa tenaga kerja tersebut memiliki keterampilan dan kemampuan sesuai standar kerja yang ditetapkan. Bagi mahasiswa, ini bisa menjadi bekal dan penunjang dalam bekerja. Maka, perlu edukasi kepada masyarakat luas untuk mengedepankan kompetensi daripada gelar dan nilai di ijazah saja.
Setidaknya ada 4 sektor yang berperan dan bersinergi dalam pembangunan SDM generasi muda di era digital yaitu mahasiswa, perguruan tinggi/politeknik, pemerintah, dan dunia kerja. Mahasiswa sebagai representasi generasi muda perlu diberikan penguatan baik dari sisi teknis maupun dalam etika berbudaya di dunia digital. Jika dilihat kebutuhan talenta digital di Indonesia, maka mahasiswa perlu berpartisipasi sebagai talenta digital, pelaku usaha, sekaligus sebagai potensi pasar dalam negeri. Sebagai fasilitator, pemerintah berperan dalam mendukung ekosistem digital. Pemerintah sedang menyiapkan pengembangan SDM dalam bentuk talenta digital, menguatkan ekosistem start-up dan meningkatkan konektivitas sebagai inti dari ekonomi digital. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah juga perlu menginisiasi berbagai pengembangan, kebijakan, dan regulasi.
Penguatan perguruan tinggi/politeknik melalui Program Revitalisasi Pendidikan Vokasi yang mewajibkan politeknik dan sekolah vokasi memiliki kerjasama dengan dunia kerja. Ketika mahasiswa politeknik dan sekolah vokasi lulus, mereka tidak hanya memiliki ijazah tapi disertai dengan sertifikat kompetensi. Menurut Agus Sartono, Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama Kemenko PMK, sertifikat kompetensi ini diakui oleh kampus, perusahaan, serta asosiasi industri nasional dan internasional. Program Revitalisasi Pendidikan Vokasi ini diharapkan mampu mengisi kekosongan antara teori dan praktek yang diajarkan di kampus dengan realita dunia kerja beserta kebutuhan kompetensinya. Untuk sektor dunia kerja, keseluruhan organisasi dan divisi SDM harus memiliki kapasitas dan kreatifitas untuk bisa mengelola SDM dengan luwas dan melibatkan mereka dalam setiap aktivitas organisasi.
Organisasi diminta untuk dapat memberikan ruang bagi gagasan. Hal ini karena generasi muda biasanya penuh kreativitas dan ide-ide segar, sehingga ketika buah pikiran mereka dihargai itu akan berpengaruh terhadap keterikatannya dengan organisasi. Budaya kerja yang humanis, egaliter, terbuka, dan berkelanjutan berarti membuka peluang generasi muda untuk dapat meningkatkan kapasitas diri. Di dalam pengelolaannya, organisasi juga harus mempertimbangkan untuk menggunakan instrumen digital atau elektronik.