EVALUASI PERJANJIAN KERJA PEGAWAI TIDAK TETAP DALAM PPPK

Ditulis oleh Mahasiswa FKIP Universitas Pamulang : Tarida Lamsari, Rika Sinta Tondang

Mata Kuliah : Pengantar Hukum Perdata
Dosen Pengampu  : Herdi Wisman Jaya S.Pd, M.H

Disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan sebuah kabar baik dalam upaya mereformasi Sumber Daya Manusia di birokrasi. Pada pasal 6 UU tersebut disebutkan bahwa pegawai ASN dapat dikategorikan atas dua jenis yaitu PNS yang berstatus pegawai tetap dan PPPK sebagai pegawai dengan perjanjian kerja. PPPK menarik untuk dibahas mengingat statusnya yang bukan pegawai tetap sehingga memang dibutuhkan aturan yang secara tegas mengatur masa depan PPPK ini. Selain itu, pegawai tidak tetap di organisasi pemerintah pusat maupun daerah saat ini jumlahnya cukup besar. Menurut data BKN Tahun 2005 (dalam Simanungkalit, 2013:45), terdapat 343.158 orang pegawai kontrak yang direkrut.

foto : design by freepik

PPPK atau yang sebelumnya dikenal dengan PTT (Pegawai Tidak Tetap) tidak berkedudukan sebagai pegawai tetap tapi lama kerjanya dibatasi oleh perjanjian kerja. Hal itu senada dengan yang terdapat di dalam Pasal 1 Ayat 4 UU ASN bahwa PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Temporary employee secara konsep dan praktiknya di Indonesia banyak mengalami pergeseran. Masalah-masalah yang ada terkait pegawai kontrak di birokrasi menjadi hal yang sudah lama berlangsung. Maka dari itu, pemerintah melalui UU Nomor 5 Tahun 2014 berupaya melakukan pengaturan ulang mengenai pegawai kontrak atau PPPK ini. Di dalam UU tersebut diatur mengenai manajemen PPPK yang selanjutnya dapat dijadikan landasan hukum dalam mengelola dan menata PPPK yang nantinya dapat berkontribusi di dalam keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Sebelum dikenal sebagai PPPK, Indonesia sudah akrab dengan istilah pegawai tidak tetap di birokrasi, seperti pegawai outsourcing yang bertanggung jawab atas kebersihan dan keamanan lingkungan organisasi. Tujuan utama PPPK di birokrasi adalah untuk membantu PNS dalam tugasnya guna mengoptimalkan kinerja birokrasi. Maka, PPPK diupayakan untuk menciptakan aparatur yang kompetitif dan profesional. Namun, keberadaan pegawai tidak tetap ini sebenarnya terjadi karena sistem yang tidak mampu menciptakan pegawai tetap yang dapat menangani semua beban organisasi. Walaupun PPPK bisa membantu beban organisasi, namun permasalahan tidak bisa dihindari. Bagaimana UU ASN memastikan bahwa PPPK dapat memberikan kontribusi positif pada reformasi birokrasi, masih harus ditunggu. Saat ini, Pemerintah sedang menyiapkan 24 peraturan pelaksanaan UU ASN yang terdiri dari 19 Peraturan Pemerintah. Pengadaan PPPK yang terkesan acak-acakan atau ‘ngasal’ selama ini menjadi awal mula meningkatnya jumlah pegawai tetap di Birokrasi. Sayangnya, tingginya jumlah pegawai tidak tetap ini sering kali tidak diiringi dengan kinerja yang baik.

foto : designed by freepik

Oleh karena itu, analisis kebutuhan PPPK menjadi penting agar PPPK yang direkrut memiliki posisi dan tugas yang jelas. Harapannya, terbentuk keseimbangan antara kebutuhan pekerjaan dengan jumlah PPPK. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan kompetensi dan kualifikasi pegawai, menunjukkan bahwa UU ini telah mengadopsi sistem merit dalam pengadaan PPPK. Tahapan pengadaan calon PPPK sesuai dengan UU ASN Pasal 95 Ayat 2 adalah tahap perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK. Setelah diangkat menjadi PPPK dan melaksanakan tugas

Mungkin hal di atas tidak terlalu berdampak pada calon PPPK, namun bagaimana dengan pegawai tidak tetap yang telah bekerja di instansi pemerintah sebelum UU ini berlaku? Diperlukan penataan ulang bagi pegawai tidak tetap yang telah bekerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan kompetensi mereka. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi tentang aturan baru yang mengatur PPPK agar semua pihak dapat memahami dan menerima perubahan yang ada.

foto : designed by freepik

Dalam rangka meningkatkan kinerja PPPK, UU ASN menyediakan aturan mengenai penilaian kinerja dan pengembangan kompetensi PPPK. Penilaian kinerja PPPK bertujuan untuk memastikan objektivitas prestasi kerja yang telah disepakati dalam perjanjian kerja antara Pejabat Pembina Kepegawaian dan pegawai terkait (Pasal 100 Ayat 1). Penilaian kinerja dilakukan dengan objektif, akuntabel, partisipatif, terukur, dan transparan (Pasal 100 Ayat 2 dan 3), dan mencakup target, sasaran, hasil, manfaat yang dicapai, dan perilaku pegawai. Penilaian kinerja PPPK dilakukan oleh atasan langsung, rekan kerja setingkat, dan bawahan (Pasal 100 Ayat 5 dan 6).

Dengan demikian, penilaian kinerja PPPK dilakukan dari semua arah untuk menjaga objektivitasnya dan memastikan hasilnya mencerminkan kondisi sebenarnya. Jika PPPK tidak dapat mencapai target kinerja yang telah disepakati, maka mereka akan diberhentikan (Pasal 100 Ayat 9). Hal ini penting untuk menjaga profesionalitas PPPK dan memperbaiki citra pegawai tetap yang mungkin memiliki kinerja rendah. Namun, diperlukan komitmen dalam pelaksanaannya.

Ini tentu merupakan tantangan bagi para pemangku kepentingan untuk memantau pelaksanaannya. Hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk mengembangkan kompetensi PPPK, sesuai dengan Pasal 102 yang memberi kesempatan pada PPPK untuk mengembangkan kompetensi melalui perencanaan oleh setiap instansi pemerintah setiap tahunnya. Pengembangan kompetensi PPPK dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dan menunjukkan perhatian atas kemampuan PPPK. Namun, pengembangan kompetensi ini tidak akan mempengaruhi karir PPPK karena tidak ada pola karir yang dapat ditempuh oleh PPPK. Pengembangan kompetensi hanya bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme PPPK dalam bekerja. Pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk membagi jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh PNS dan PPPK secara adil dan jelas. Pemerintah juga harus menyiapkan sistem reward dan punishment yang tepat untuk mengontrol kinerja PPPK. Monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan diperlukan untuk mengetahui perbaikan apa yang dibutuhkan dalam manajemen PPPK. Tujuan akhirnya adalah menciptakan SDM yang berkualitas dan mampu memaksimalkan kinerja birokrasi sehingga pembangunan dan pelayanan publik dapat terlaksana dengan baik.

Open chat
1
Scan the code
Media Sembilan
Halo kakak 👋
Kalau Kakak mau upload berita atau artikel, yuk siapkan dulu naskah dan fotonya. Kalau sudah siap, Kakak bisa langsung kirim ke kami. Atau, kalau lebih mudah, Kakak bisa langsung chat mimin aja. Kami siap bantu! 😊