MEDIASEMBILAN.COM – Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang direncanakan oleh pemerintahan Prabowo Subianto mulai 1 Januari 2025 menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. Kebijakan ini, yang merupakan amanat dari UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara, namun sekaligus menambah beban bagi masyarakat dan pelaku usaha. Pro dan kontra pun muncul, terutama mengenai dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan keberlangsungan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Kepentingan Pengawasan Ketat
Anggota Komisi VI DPR, Firnando H Ganinduto, menekankan pentingnya pengawasan ketat dalam penerapan PPN 12 persen ini. Ia berpendapat bahwa pemerintah harus selektif dalam mengklasifikasikan barang-barang yang akan dikenakan pajak tersebut. Barang-barang mewah seharusnya menjadi fokus utama, sementara produk UMKM perlu dilindungi agar tidak terkena dampak negatif dari kebijakan ini. Penekanan pada pengawasan ini sangat relevan mengingat potensi manipulasi pajak yang dapat terjadi jika tarif PPN tidak diterapkan secara konsisten dan transparan.
Dampak Terhadap Masyarakat dan UMKM
Kenaikan tarif PPN ini juga berpotensi merugikan daya beli masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Eko Listiyanto dari INDEF mengingatkan bahwa kenaikan PPN 12 persen dapat memperburuk kondisi masyarakat yang sudah terbebani oleh kenaikan harga barang pokok. Peneliti lain juga mencatat bahwa meskipun barang-barang pokok akan dikecualikan dari PPN, harga-harga tersebut tetap berpotensi naik karena respons dari pelaku usaha yang mungkin memanfaatkan situasi untuk menaikkan harga.
Kebijakan Selektif Sebagai Solusi atau Masalah?
Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan bahwa penerapan PPN 12 persen akan dilakukan secara selektif, hanya untuk barang-barang mewah. Namun, pendekatan ini menimbulkan keraguan mengenai efektivitas implementasinya di lapangan. Ekonom Wijayanto Samirin menyatakan bahwa perbedaan tarif pajak dapat menciptakan kompleksitas baru dalam sistem perpajakan Indonesia, serta meningkatkan risiko manipulasi pajak. Oleh karena itu, definisi yang jelas mengenai kategori barang mewah sangat penting untuk menghindari kebingungan dan potensi penyalahgunaan.
Keseimbangan Antara Pendapatan Negara dan Kesejahteraan Rakyat
Penerapan PPN 12 persen di era pemerintahan Prabowo Subianto merupakan langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, tantangan besar tetap ada dalam hal pengawasan dan pelaksanaan kebijakan ini agar tidak memberatkan masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti UMKM. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya berorientasi pada peningkatan pendapatan tetapi juga pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Dengan pengawasan yang ketat dan klasifikasi yang jelas terhadap barang-barang yang dikenakan pajak, diharapkan dampak negatif terhadap daya beli masyarakat dapat diminimalisir.