Penulis | : | Roni Apriyanto |
Instansi | : | Universitas Pamulang |
Kekejaman dalam lingkup rumah tangga merupakan permasalahan serius yang merambah berbagai negara, termasuk Indonesia. Jenis kekerasan ini mencakup berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, seksual, dan psikologis. Menurut data yang dikutip dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pada tahun 2023, terdapat 11.324 insiden Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang melibatkan 12.158 korban. Penting untuk dicatat bahwa angka ini mungkin tidak mencakup seluruh kasus KDRT yang terjadi di Indonesia karena sebagian besar tidak dilaporkan atau tersembunyi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ketakutan, stigma, atau ketergantungan ekonomi, sehingga perempuan atau korban KDRT seringkali tidak mendapatkan perhatian yang seharusnya.
PENTINGNYA EDUKASI MASYARAKAT TERHADAP KASUS KDRT
Peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap kekerasan dalam rumah tangga sangatlah krusial melalui upaya edukasi. Dengan pendekatan ini, dapat memberikan kontribusi positif dalam menghentikan perputaran kekerasan yang terjadi di lingkungan rumah tangga dan memberikan dukungan kepada individu yang menjadi korban. Dengan memperdalam pemahaman tentang fenomena kekerasan dalam rumah tangga, diharapkan masyarakat dapat mengidentifikasi gejala-gejala kekerasan serta mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri sendiri dan pihak lain.
Sebagian besar masyarakat di Indonesia masih cenderung memandang kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai suatu isu yang tabu, bahkan sering dianggap sebagai aib yang seharusnya disembunyikan, menjadikan korban terjebak dalam lingkungan yang dapat membahayakan baik secara fisik maupun psikis. Pada era modern, terutama di era digital saat ini, informasi edukasi tentang KDRT lebih mudah diakses. Banyak individu yang bersuara, khususnya di media sosial, menyuarakan pentingnya kesadaran mengenai KDRT. Penting bagi masyarakat untuk menyadari bahwa menjadi korban KDRT bukanlah suatu hal yang memalukan dan harus dijadikan alasan untuk terus menderita dalam lingkungan rumah tangga yang beracun.
Langkah edukasi terhadap kekerasan dalam rumah tangga menjadi upaya penting dalam menanggulangi masalah ini. Dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat, kita dapat berperan aktif dalam melindungi potensi korban serta menghentikan siklus kekerasan yang terjadi.
BEBERAPA DAMPAK YANG DIDAPATKAN OLEH KORBAN KDRT:
1. Dampak Fisik: Kekerasan dalam rumah tangga dapat menyebabkan cedera fisik serius pada korban. Bentuk-bentuk kekerasan fisik seperti pukulan, tendangan, atau penggunaan senjata dapat menyebabkan luka, memar, patah tulang, atau bahkan kematian.
2. Dampak Psikologis: Kekerasan dalam rumah tangga juga memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental korban. Korban sering mengalami stres, kecemasan, depresi, dan trauma psikologis. Mereka mungkin mengalami gangguan tidur, penurunan harga diri, dan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat.
3. Dampak Emosional: Kekerasan dalam rumah tangga dapat merusak stabilitas emosional korban. Mereka mungkin mengalami perasaan takut, marah, dan putus asa. Kekerasan ini juga dapat mempengaruhi hubungan dengan anggota keluarga lainnya, termasuk anak-anak yang menjadi saksi kekerasan tersebut.
4. Dampak Sosial: Kekerasan dalam rumah tangga dapat mempengaruhi hubungan sosial korban. Mereka mungkin merasa malu, terisolasi, dan kesulitan untuk mempercayai orang lain. Kekerasan ini juga dapat membatasi partisipasi korban dalam kegiatan sosial dan ekonomi.
5. Dampak Generasional: Kekerasan dalam rumah tangga dapat berdampak jangka panjang pada generasi mendatang. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan kekerasan cenderung mengalami masalah perilaku, kesulitan belajar, dan gangguan emosional. Mereka juga berisiko lebih tinggi untuk menjadi korban atau pelaku kekerasan dalam rumah tangga di masa depan.
6. Dampak Ekonomi: Kekerasan dalam rumah tangga juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Korban sering kali menghadapi kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan atau mencari pekerjaan baru akibat cedera fisik atau masalah kesehatan mental. Mereka juga mungkin mengalami ketergantungan finansial pada pelaku kekerasan, yang dapat membatasi akses mereka terhadap sumber daya dan dukungan.
PERLINDUNGAN KORBAN KDRT DALAM PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA
Mengutip dari voaindonesia.com Indonesia memiliki UU Penghapusan KDRT pada 2004 yang merupakan hasil dari perjuangan aktivis perempuan. Karena dilingkupi konstruksi budaya yang tidak berpihak pada perempuan, KDRT hanya masuk sebagai delik aduan. Korban harus mengadukan kepada aparat hukum untuk memperoleh keadilan. Jika aduan itu dicabut, kasus hukum gugur dengan sendirinya.
Dalam aturan hukum juga ada peran serta masyarakat. Jika tetangga mendengar seorang istri mendapat tindak kekerasan oleh suaminya, atau sebaliknya, maka mereka dapat turut melaporkan kepada penegak hukum. Namun, korban tetap menjadi aktor utama dalam upaya menempuh keadilan.
Hukum positif Indonesia memberikan perlindungan terhadap korban KDRT. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) menjadi dasar hukum yang mengatur perlindungan terhadap korban KDRT. UU PKDRT mengakui KDRT sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan memberikan dasar hukum bagi korban untuk mendapatkan perlindungan, pengadilan, dan pemulihan.