Penulis | : | Febryani Nurindah Wahyuni |
Instansi | : | Universitas Pamulang |
Tangerang – Saat ini media massa kembali ramai mengenai pemberitaan akan bahan bakar yang menggunakan air yang diupayakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Sebuah teknologi telah diciptakan, mengubah air menjadi bahan bakar kendaraan. Berasal dari Cirebon Jawa Barat, teknologi ini diketahui memincut ketertarikan pabrik otomotif asal Italia.
Teknologi ini dinamakan Nikuba, yang merupakan bentuk akronim dari ‘Niku Banyu’ atau ‘Itu Air”. Sebenarnya, teknologi nikuba ini bukan teknologi yang baru ditemukan, melainkan pernah ramai dibicarakan sejak viral pada tahun 2022. Namun, perakit teknologi nikuba, Aryanto Misel mengatakan bahwa cara kerja nikuba sedikit berbeda dengan teknologi yang pernah dibicarakan pada tahun 2022.

Cara Kerja Nikuba
Aryanto menyebutkan bahwa teknologi yang ia rakit tersebut mampu mengonversi air menjadi bahan bakar untuk kendaraan bermotor menggantikan fungsi bahan bakar minyak. Beliau menjelaskan bahwa untuk bisa mengubah air menjadi bahan bakar, nikuba mengandalkan generator elektrolisis untuk memisahkan Hidrogen (H2) dengan Oksigen (O2) pada air (H2O) yang sudah tidak memiliki kandungan logam berat melalui proses yang dinamakan proses elektrolisis. Hidrogen yang telah terpisah dari Oksigen kemudian akan masuk ke ruang pembakaran kendaraan sebagai bahan bakar pengganti BBM, sementara Oksigennya akan kembali melalui proses elektrolisis kembali menjadi Hidrogen lalu kemudian dialirkan kembali ke ruang pembakaran mesin.

Aryanto mengklaim bahwa teknologi Nikuba ini dapat mengubah satu liter air menjadi bahan bakar yang dapat dipakai dengan jarak sekitar kurang lebih 254 kilometer.
Meskipun memiliki temuan teknologi yang canggih, ternyata temuan Nikuba milik Aryanto tersebut menuai pro-kontra dari para pakar, terutama dari pihak BRIN yang menilai bahwa Nikuba bukan alat yang bisa menggantikan fungsi bahan bakar minyak pada kendaraan bermotor karena sejatinya kendaraan bermotor tetap membutuhkan bahan bakar minyak untuk menggerakannya.
Pendapat lain dari Ahli Konversi Energi dari Fakultas Teknik dan Dirgantara ITB, Tri Yuswidjajanto Zaenuri, yang mengatakan bahwa sebenarnya teknologi pengubah air menjadi hidrogen untuk dijadikan bahan bakar kendaraan sejatinya sudah merupakan bentuk teknologi lama (lebih tepatnya awal tahun 1960-an). Beliau menjelaskan bahwa untuk mengubah sebuah air menjadi bahan bakar diperlukan energi yang besar untuk proses elektrolisasi air menjadi H2 dan O2, yang mana energi yang dikeluarkan akan jauh lebih besar daripada energi yang diperoleh apabila H2 tersebut dibakar dalam mesin. Hal tersebut jika antara air dan bensin tidak seimbang, maka akan berdampak kerusakan pada aki-nya.
Ketertarikan Pihak Otomotif Italia
Setelah masa jayanya sempat surut pada tahun 2022, teknologi bernama Nikuba ini kembali menjadi sorotan setelah adanya pengakuan dari TNI AD yang mengatakan bahwa ada pihak sebuah pabrik otomotif asal Italia yang tertarik pada teknologi Nikuba ini. Ketertarikan pihak tersebut memanggil Aryanto untuk berangkat ke Kota Milan untuk mempresentasikan temuannya.
Aryanto yang mengetahui bahwa temuannya menciptakan ketertarikan dari negara lain dengan senang menyambutnya. Ia mempresentasikan temuannya berikut cara kerjanya kepada pabrik otomotif tersebut.
Berdasarkan sumber berita MetroTV yang sempat mewawancarai Aryanto, beliau mengatakan bahwa ia meminta harga sejumlah Rp15 Miliar kepada pihak pabrik otomotif Italia apabila mereka ingin membeli teknologi tersebut, namun memang belum disepakati oleh pihak otomotif Italia. Aryanto menegaskan bahwa ia tidak akan merasa sayang dan menyesal karena ingin menjual temuannya pada negara luar dibandingkan di negara sendiri. Aryanto menjelaskan bahwa ia merasa kecewa karena pihak Indonesia tidak mempercayai teknologi temuannya dan cenderung meremehkannya.
Opini Penulis
Jika dilihat dari sisi Aryanto sebagai perakit teknologi Nikuba, sebenarnya tidak ada salahnya seorang Warga Negara Indonesia mencoba merakit sesuatu dengan tujuan untuk menciptakan teknologi yang akan membantu mengembangkan Indonesia. Meskipun telah disebutkan bahwa memang teknologi sejenis sudah pernah ada sejak beberapa tahun lalu, hal tersebut tidak seharusnya membuat para pihak elite maupun ahli pakar untuk menganggap remeh suatu ciptaan teknologi.
Yang sangat disayangkan dari negara Indonesia adalah meskipun WNI banyak yang sudah menciptakan teknologi atau ciptaan tertentu, kebanyakan dari mereka justru cenderung tidak mendapat dukungan yang bagus dari negaranya sendiri yaitu Indonesia. Seharusnya pemerintahan Indonesia bisa membantu mendukung tiap ciptaan yang dihasilkan oleh masyarakatnya tanpa membedakan atau meragukan ciptaan tersebut. Jika memang terdapat suatu kekurangan dari ciptaan tersebut, sebenarnya bisa untuk diuji ulang dengan catatan perlu dukungan dari pemerintahannya sendiri.
Mungkin Aryanto merasa kecewa karena teknologi rakitannya tidak dianggap oleh pihak BRIN, membuat ia memutuskan untuk mencoba peruntungan menjual karyanya ke negara luar yakni Italia yang memang tertarik pada hasil ciptaannya. Sebanyak yang diketahui, memang beberapa ilmuwan Indonesia banyak yang hasil karyanya tidak dianggap di Indonesia namun justru melejit namanya karena ciptaannya berhasil di kancah dunia.
Namun jika dilihat dari ketersediaan minyak bumi sebagai bahan bakar serta beberapa pro-kontra yang terjadi antar-masyarakat, banyak yang berpendapat bahwa hasil ciptaan Aryanto ini akan sulit berkembang sebagai bahan bakar pengganti. Kenapa? Seperti yang telah dijelaskan oleh pakar dari pihak BRIN, bahwa sebaik-baiknya air dapat digunakan sebagai ganti bahan bakar minyak, bensin tetap dibutuhkan dalam proses pengelolaannya untuk menghindari kerusakan pada aki. Di sisi lain, pihak masyarakat berpendapat bahwa secara kimia, penggunaan air sebagai bahan bakar akan sangat tidak efektif diakibatkan proses pemisahan (elektrolisis) yang berulang yang akan membutuhkan banyak energi listrik.
Namun untuk saat ini memang belum ada jawaban pasti mengenai kerjasama antara Aryanto dengan pihak otomotif dari Italia tersebut. Karena dari pihak Italia sendiri akan mencoba membuktikan mengenai ketepatan cara kerja dari Nikuba terlebih dahulu.