COVID-19 mula-mula mewabah di Wuhan, Cina, menjelang akhir Desember 2019. Kemudian menjalar ke semua provinsi di sana. Dalam waktu kurang dari dua bulan, coronavirus ini telah menimbulkan 80 ribu kasus dan 3.000 kematian. Mulai pekan ketiga Januari 2020, Covid kemudian menyebrang ke sejumlah negara di Asia, Amerika, Eropa, Autralia dan Arika. Tatkala wabah ini mereda di Cina, penularan COVID-19 justru meledak di sejumlah negara Amerika, Eropa dan Asia. Per 24 April 2020, jumlah kasus tertular di AS, Spanyol, Italia, Perancis, Jerman, Inggris, Turki dan Iran telah melampaui Cina sebagai episentrum awal. Sementara dalam jumlah kematian, ada enam negara yang melebihi Cina, yaitu: AS, Italia, Spanyol, Perancis, Inggris, Jerman, Iran dan Belgia. Sementara jumlah korban di Belanda juga mulai mendekati Cina.
Untuk mencegah, atau setidaknya menekan, laju penularan sejumlah negara utama terdampak telah melakukan upaya lockdown, karantina wilayah, hingga pembatasan sosial skala besar (PSBB). Sejumlah penerbangan dihentikan pada banyak negara. Tranportasi darat dan laut juga dibatasi. Sejumlah industry berhenti berproduksi. Pergarakan manusia juga dicegah antar negara, antar provisi, antar wilayah kabupaten dan kota terdampak. Kondisi ini membuat aktivitas ekonomi ikut terdampak.
Dunia diprediksi akan menghadapi tantangan ekonomi yang lebih kompleks dari krisis keuangan global dan akan menjadi resesi terburuk sejak Great Depression (Gopinath 2020). Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani menyatakan bahwa posisi arus modal keluar Indonesia pada kuartal I-2020 mencatatkan nilai Rp145,28 triliun, dua kali lebih besar dibandingkan dengan krisis keuangan global 2008 yang bernilai Rp 67,9 triliun (Katadata 2020).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami tekanan yang cukup dalam semenjak publikasi kasus pertama COVID-19 di Indonesia. IHSG bahkan sempat tersungkur hingga menyentuh posisi terendahnya, yaitu 3.937,632 pada 24 Maret 2020. Pemangkasan suku bunga acuan The Fed pada 15 Maret 2020 sebesar 100 bps tampaknya turut memberikan tekanan pada IHSG. Menurut Baker et. al. (2020), tidak ada wabah penyakit menular sebelumnya yang berdampak berat pada pasar saham sekuat pandemi COVID-19 karena pandemi ini memiliki implikasi serius bagi kesehatan masyarakat dan persebaran informasi saat ini yang sangat cepat.
Himbauan untuk melakukan work from home dan social distancing menyebabkan berbagai sektor usaha mengalami kemunduran, bahkan beberapa di antaranya terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurut data Kemenaker per 1 Mei 2020, pandemi COVID-19 menyebabkan 1.032.960 pekerja sektor formal yang dirumahkan, 375.165 pekerja sektor formal yang di-PHK, dan 314.833 pekerja sektor informal yang terdampak (Kemenaker 2020). Selain itu, Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi bahwa jumlah pengangguran di Indonesia akibat COVID-19 pada kuartal II-2020 akan melonjak hingga 9,35 juta orang untuk skenario terberat yang disusun. Hal tersebut semakin melebarkan jumlah masyarakat yang termasuk dalam kelas rentan miskin.
Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia, mulai dari perubahan rantai pasok dunia hingga penurunan investasi asing ke Indonesia. Penurunan tersebut dapat dilihat melalui perlambatan pertumbuhan ekonomi yang turun dari 5,02 Persen di tahun 2019 menjadi 2,97 Persen pada tahun 2020. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga diikuti dengan peningkatan jumlah pengangguran, yang menurut data Bank Dunia, meningkat dari 5,28 Persen pada tahun 2019 menjadi 7,07 Persen pada tahun 2020.
Kondisi perekonomian dapat tercermin dari kondisi pasar modalnya. Secara makro, kondisi perekonomian sebuah negara berkorelasi terhadap kondisi pasar modalnya, namun pasar modal cenderung lebih reaktif terhadap potensi krisis. Kecenderungan tersebut terjadi karena pada umumnya pelaku pasar modal memiliki forward looking, yaitu perkiraan masa depan terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang.
Beberapa peluang bisnis yang dapat kita maksimalkan, dari meluapnya wabah Covid-19 di antaranya yaitu:
1. Munculnya Peluang Bisnis Online Baru (E-Business)
Dengan kemajuan teknologi dan informasi yang terjadi, maka peluang membangun bisnis online yang besar akan semakin memungkinkan. Bagaimana tidak, seiring dengan berkembangnya waktu, maka teknologi akan semakin berkembang. Dan hal tersebut tentunya dapat dimanfaatkan sebagai inovasi untuk mengembangkan bisnis akan semakin besar.
Di antara peluang bisnis di era Revolusi Industri 4.0 antara lain adalah , Bisnis jual beli online dan on-demand service (contohnya : aplikasi Gofood dan Gosend).
2. Mengurangi Biaya Produksi dan Biaya Operasional
Seperti yang disampaikan di atas, bahwa bisnis online merupakan bisnis yang membutuhkan modal sangat sedikit. Bagaimana tidak, karena dilakukan secara online, tentu operasional yang dilakukan hanya sedikit.
3. Proses Komunikasi dan Monitoring Antar Karyawan Semakin Mudah
Untuk membangun sebuah perusahan yang besar, tentu di dalamnya perlu ditunjang dengan tim atau karyawan yang solid. Dan dengan adanya media online ini akses antar karyawan tentunya semakin mudah, Lebih dari itu, waktu yang Anda butuhkan juga tak begitu banyak. Bahkan hal ini juga akan bermanfaat untuk Anda dalam mengawasi kinerja para karyawan. Contohnya menggunakan aplikasi zoom, youmeetme, cloudx dsb.
4. Media Pemasaran Semakin Tak Terbatas
Dalam suatu bisnis, tentu teknik pemasaran merupakan hal yang paling wajib dilakukan. Di mana dengan adanya pemasaran, maka peminat produk Anda menjadi semakin banyak. Nah, dengan adanya teknologi yang berupa media online, tentu untuk melakukan pemasaran menjadi semakin mudah. Sebagai contoh, saat ini media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter dan WhatsApp telah digunakan hampir setiap orang, tentunya ini dapat digunakan sebagai peluang untuk memasarkan produk yang Anda jual.
5. Proses Transaksi Menjadi Semakin Mudah
Inilah yang menjadi alasan mengapa bisnis online mampu memberikan keuntungan. Ya, seperti yang dapat dilihat fenomena saat ini, segala sesuatunya seseorang lebih memilih dengan cara online. Bahkan berbagai macam opsi pembayaran online memudahkan proses transaksi karena tidak perlu menggunakan cash ataupun lewat perantaraan Bank (mbanking).
6. Peluang bisnis di bidang kesehatan dalam rangka pencegahan Covid-19
adanya aturan social distancing dan physical distancing sehingga menjadi sebuah langkah dan peluang bisnis dalam bidang kesehatan, di antaranya meningkatnya permintaan obat-obatan baik terhadap rumah sakit maupun perlunya tenaga apoteker, memproduksi cairan disinfektan, hand sanitizer, pembuatan masker dengan berbagai model dan berbagai macam bahan, pembuatan APD atau alat pelindung diri, sarung tangan kesehatan. Dalam bisnis tersebut pun tidak mungkin dilakukan secara face to face akan tetapi dijalankan melalui bisnis online.
7. Penyedia tools dalam bidang metode pembelajaran
Mewabahnya virus corona juga berdampak pada dunia pendidikan, dari mulai pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan tinggi. Jika sekolah atau perguruan tinggi baik negeri maupun swasta tidak menerapkan e-learning, otomatis pembelajaran kepada siswa atau mahasiswa akan terhambat. Disinilah pentingnya pembelajaran daring (dalam jaringan) yang memanfaatkan kecanggihan teknologi yang dimiliki lembaga pendidikan tersebut. Sehingga bagi perusahaan yang bergerak di bidang IT, ini merupakan peluang bisnis dalam menyediakan perlengkapan untuk menunjang pembelajaran online.
Anisa Septiani
Mahasiswa Universitas Pamulang Semester 3
Referensi: