Mata Kuliah : Pengantar Hukum Perdata
Dosen Pengampu : Herdi Wisman Jaya, S.Pd,, M.H.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, dunia pendidikan dituntut untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang handal. Sumber daya yang dimaksud tidak tercipta
hanya melalui pendidikan tinggi, melainkan diawali dari pendidikan dasar dan menengah.
Pada tingkat tersebut, tentu guru tidak melulu menyampaikan pelajaran sesuai dengan
kurikulum, tetapi dituntut dapat mengembangkan potensi siswanya. Artinya, pengajaran tidak
lagi terikat pada pembelajaran yang dibatasi dinding-dinding kelas. Guru dituntut
mengembangkan metode secara kreatif dan inovatif. Guru bukan lagi sebagai pusat
pembelajaran, melainkan sebagai fasilitator, planner, inovator, motivator. Sumber pelajaran
bisa berupa buku, lingkungan, dan masyarakat, juga termasuk internet.
Dengan begitu, siswa akan menyukai materi yang diberikan, bahkan akan terus menuntut
untuk maju serta menemukan hal-hal baru pada bidang yang diminati untuk membangun
kompetensi diri. Tuntutan Kurikulum Berbasis Kompetensi, pembelajaran tidak hanya
mengembangkan aspek kognitif, tetapi juga psikomotorik dan afektif siswa. Dengan sistem
itu, penilaian juga tidak sekadar berupa indeks prestasi pelajaran, tetapi juga penilaian
portofolio kelas. Siswa tidak hanya pandai dalam teori (kognitif), tetapi terampil dalam
berbuat (psikomotorik) serta memiliki sikap mental yang baik (afektif).
Masyarakat kita, sangat membutuhkan para guru-guru yang mampu mengangkat citra dan
marwah pendidikan kita yang terkesan sudah carut marut, dan seperti benang kusut. Guru
masa depan adalah guru yang memiliki kemampuan, dan ketrampilan bagaimana dapat menciptakan hasil pembelajaran secara optimal, selanjutnya memiliki kepekaan di dalam
membaca tanda-tanda zaman, serta memiliki wawasan intelektual dan berpikiran maju, tidak
pernah merasa puas dengan ilmu yang ada padanya.
PERAN GURU DI MASA DEPAN
Bagaimana sebenarnya guru masa depan seperti yang diidamkan oleh banyak pihak, adalah
guru yang mampu berperan sebagai berikut :
PLANNER
Planner, artinya guru memiliki program kerja pribadi yang jelas, program kerja tersebut
tidak hanya berupa program rutin, misalnya menyiapkan seperangkat dokumen pembelajaran
seperti Program Semester, Satuan Pelajaran, LKS, dan sebagainya. Akan tetapi guru harus
merencanakan bagaimana setiap pembelajaran yang dilakukan berhasil maksimal, dan
tentunya apa dan bagaimana rencana yang dilakukan, dan sudah terprogram secara baik.
INOVATOR
Inovator, artinya memiliki kemauan untuk melakukan pembaharuan dan pembaharuan
dimaksud berkenaan dengan pola pembelajaran, termasuk didalamnya metode mengajar,
media pembelajaran, sistem dan alat evaluasi, serta nurturant effect lainnya. Secara individu
maupun bersama-sama mampu untuk merubah pola lama yang selama ini tidak memberikan
hasil maksimal, dengan merubah kepada pola baru pembelajaran, maka akan berdampak
kepada hasil yang lebih maksimal.
MOTIVATOR
Motivator, artinya guru masa depan mampu memiliki motivasi untuk terus belajar dan
belajar, dan tentunya juga akan memberikan motivasi kepada anak didik untuk belajar dan
terus belajar sebagaimana dicontohkan oleh gurunya.
CAPABLE PERSONAL
Capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan
ketrampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai, sehingga mampu mengelola proses
pembelajaran secara efektif.
DEVELOVER
Developer, artinya guru mau untuk terus mengembangkan diri, dan tentunya mau pula
menularkan kemampuan dan keterampilan kepada anak didiknya dan untuk semua orang.
Guru masa depan haus akan menimba keterampilan, dan bersikap peka terhadap
perkembangan IPTEKS, misalnya mampu dan terampil mendayagunakan komputer, internet,
dan berbagai model pembelajaran multi media.
Di samping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan mewujudkan dirinya
sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luar mengajar. Guru
berperan sebagai pembelajar, yakni harus terus-menerus belajar dalam rangka menyegarkan
kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya.
Namun yang tak kalah pentingnya disamping berperan mentransfer ilmu pengetahuan, guru
juga harus mampu menjadi contoh teladan mentransfer nilai-nilai etika moral. Guru harus mampu menjadi sosok yang dianut dan ditiru oleh anak didiknya, bukan sosok yang
diabaikan dan dicibirkan anak didiknya. Jika guru dibanggakan oleh anak didiknya, baik
dalam dedikasi kerja maupun perangainya, maka sudah mudah bagi guru tersebut
membangun pembelajaran yang berkualitas.
PERJANJIAN GURU PADA HUKUM PERDATA
Mula-mula Perjanjian kerja diatur dalam Bab 7 A buku III KUH Perdata dan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu
Tertentu. Dalam bahsa Belanda,perjanjian kerja disebut Arbeidsoverenkomst. Menurut Pasal
1601a KUH Perdata, Perjanjian Kerja adalah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu
buruh, mengikatkan diri di bawah perintah pihak yang lain, yaitu majikan, untuk suatu waktu
tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.
Ketentuan tersebut di atas sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang di dalamnya
mengatur tentang Perjanjian Kerja. DalamPasal 1 angka 14, pengertian Perjanjian Kerja
adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak”.
Tampak dari pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata, ciri khas dari Perjanjian
Kerja adalah :di bawah perintah pihak lain”, di bawah perintah ini menunjukkan bahwa
hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawahan dan atasan (subordinasi).
Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial-ekonomi memberikan perintah
kepada pihak pekerja/buruhyang secara sosial-ekonomi mempunyai kedudukan lebih rendah
untukmelakukan pekerjaan tertentu.Adanya wewenang perintah inilah yang membedakan
perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya.
Sedangkan dalam pengertian perjanjian kerja menurut UU Ketenagakerjaan sifatnya lebih
umum. Dikatakan lebih umum karena menunjuk pada hubungan antara pekerja dan
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak salah satunya
adalah upah disamping hak dan kewajiban lain. Pengertian perjanjian kerja menurut UU
Ketenagakerjaan tidak menyebutkan bentuk perjanjian kerja itu lisan atau tertulis, demikian
juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak sebagaimana sebelumnya diatur dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
1. Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja
Berdasarkan pengertian perjanjian kerja di atas, dapat ditarik beberapa unsur
dariperjanjian kerja yakni :
a. Unsur Pekerjaan Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan
(objekperjanjian),pekerjaan tersebut harus dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan
seizin majikan,iadapat menyuruh orang lain. Halini dijelaskan dalam Pasal 1603a
KUHPerdata yang berbunyi : “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanya
dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”. Sifat
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan/keahliannya,maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka
perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.
b. Unsur Perintah Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh
pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk padaperintah pengusaha untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilah perbedaan hubungan
kerja dalam perjanjian kerja dengan hubungan lainnya dalam perjanjian lainnya seperti
perjanjian melakukan jasa yakni hubungan antara dokter dan pasien, serta pengacara
dengan klien. Hubungan tersebut terakhir bukanlah hubungan kerja karena dokter,dan
pengacara tidak tunduk pada perintah pasien/klien.
c. Unsur Upah Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian
kerja),bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utamaseorang pekerja bekerja pada
pengusaha adalah untuk memperoleh upah.sehingga jika tidak ada unsur upah, makasuatu
hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.Seperti seorang narapidana yang
diharuskan melakukan suatu pekerjaan tertentu,seorang mahasiswa perhotelan yang
sedang melakukan praktik lapangan di hotel.
2. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya,maka perjanjian kerja harus memenuhi
syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalamPasal1320 KUHPerdata. Ketentuan ini
juga tertuang dalam Pasal 52 ayat 1 UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa
perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. Kesepakatan kedua belah pihak; Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut
kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat,seia sekata mengenai hal-halyang
diperjanjikan.Apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pihak yang lain.Pihak
pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan dan pihak pengusaha menerima pekerja
untuk dipekerjakan. Kesepakatan tersebut berdasarkan kehendak bebas yang bukan
berasal dari kekhilafan, paksaan atau penipuan.
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; Kemampuan atau
kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian maksudnya pihak pekerja maupun
pengusaha cakap untuk membuat perjanjian kerja. UU ketenagakerjaan mengatur batasan
umur 18 tahun untuk membuat perjanjian kerja, juga selain itu orang yang tidak
terganggu jiwanya. Seseorang dipandang cakap untuk membuat perjanjian, namun juga
perlu dilihat apakah ia berwenang untuk itu. Khusus untuk pihak pengusaha yang
berbentuk perusahaan badan hukum, maka perusahaan tersebut diwakili oleh orang yang
diberi wewenang oleh peraturan perundang-undangan untuk mewakili badan hukum
untuk melakukan perjanjian kerja. Misalnya, perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas
diwakili oleh Direktur Utama dan Yayasan oleh Ketua Yayasan. Komisaris Perseroan
Terbatas dapat bertindak mewakili Perseroan apabila terjadi keadaan tertentu,misalnya
semua anggota Direksi perseroan berhalangan.
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; Adanya Pekerjaan yang diperjanjikan, dalam
terminologi Pasal1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang merupakan
objekperjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha akan menimbulkan hak dan
kewajiban bagi para pihak.
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan. Objek perjanjian
(pekerjaan) harus halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undangundang, ketertiban
umum dan kesusilaan. Jenis pekerjaan disebutkan secara jelas dalam perjanjian kerja.
Pekerjaan untuk melakukan praktik prostitusi misalnya adalah tidak memenuhi kausa
halal dari perjanjian kerja. Contoh lain adalah, pekerjaan untukmemperdagangkan anak,
organ tubuh tertentu, dan hewan dilindungi. Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif
artinya perjanjian kerja adalah sah apabila keempat syarat di atas terpenuhi. Syarat
pertama dan kedua disebut syarat subyektif, yang apabila salah satu atau kedua syarat
tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan, yakni dengan memintakan kebatalan
perjanjian kepada Hakim Pengadilan Negeri. A contrario, selama perjanjian belum
dimintakan kebatalan dan diputus batal oleh Hakim,maka perjanjian tersebut tetap
mempunyai kekuatan hukum. Syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif, yang
apabila salah satu atau kedua syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.
3. Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk dan/atau tertulis sesuai dengan Pasal51
ayat 1 UU Ketenagakerjaan. Secara normatif, bentuk tertulis lebih menjamin kepastian
hak dan kewajiban pihak pekerja maupun pengusaha, sehingga apabila terjadi
perselisihan,maka akan memudahkan dalam hal pembuktian.
Namun, tidak tertutup kemungkinan perjanjian kerja dilakukan secara lisan,karena
ketidakmampuan sumber daya manusia maupun kelaziman, sehingga perjanjian kerja
dilakukan secara lisan atas dasar kepercayaan.
Dalam Pasal 54 UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat secara
tertulis, sekurang-kurangnya memuat keterangan :
a. Nama,alamat perusahaan dan jenis usaha;
b. Nama, jenis kelamin,umur dan alamat pekerja/buruh;
c. Jabatan atau jenis pekerjaan;
d. Tempat pekerjaan;
e. Besarnya upah dan cara pembayaran;
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha;
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
i. Tanda tangan para pihak dalamperjanjian kerja. Apabila PKWT dibuat tidak tertulis,
maka demi hukum PKWT tersebut sebagai PKWTT. Jangka waktu dapat dibuat untuk
waktu tertentu dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (selanjutnya disebut PKWT) bagi
hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, maupun untuk jangka waktu
tidak tertentu dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (selanjutnya disebut PKWTT)
bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu. PKWT lazimnya disebut
perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. PKWTT lazimnya disebut perjanjian kerja tetap dan
status pekerjanya adalah pekerja tetap.
Menurut Pasal 57 ayat 1 UU Ketenagakerjaan, PKWT harus dibuat secara tertulis.
Ketentuan ini dimaksudkan agar lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak
diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. PKWT tidak boleh
mensyaratkan adanya masa percobaan. Jika PKWT memuat masa percobaan, ketentuan
masa percobaan tersebut bataldemi hukum. Masa percobaan adalah masa atau waktu
untukmenilai kinerja dan kesungguhan,keahlian seorang pekerja.Lama masa percobaan
adalah tiga (3) bulan.
Dalam masa percobaan,pengusaha dapat mengakhiri hubungan
kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yang berwenang). Ketentuan yang tidak
membolehkan adanya masa percobaan dalam PKWT karena PKWt berlangsung dalam
waktu yang relatif singkat. Dalam masa percobaan ini pengusahadilarang membayar upah
di bawah upah minimum yang berlaku di daerah perusahaan tersebut.
Dalam Pasal 59 ayat 1 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa PKWT hanya dapat
dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya
akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan
paling lama tiga (3) tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman;
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,kegiatan baru, atau produk tambahan
yang masih dalampercobaan atau penjajakan.
Apabila jenis, sifat atau kegiatan pekerjaan dalam PKWT tidak memenuhi ketentuan
di atas, maka demi hukum PKWT tersebut berubah menjadi PKWTT. PKWT berlaku
untuk masa maksimal dua (2) tahun dan dapat diperpanjang untuk masa maksimal satu
(1) tahun. Apabila masa tersebut dinilai belumcukupuntuk menyelesaikan pekerjaan,
maka PKWT dapat diperbarui untuk masa maksimal dua (2) tahun. PKWT berakhir
apabila pekerja meninggal dunia dan jangka waktu PKWT telah berakhir, tidak
diperpanjang dan tidak diperbarui dan apabila salah satu pihak mengakhirinya. Apabila
yang terakhir yang terjadi,maka pihak yang mengakhiri wajib membayar ganti rugi
kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu
PKWT.
Berbeda dengan PKWT, PKWTT dapat menyaratkan masa percobaan maksimal tiga
(3) bulan menurut Pasal 60 ayat 1 UU Ketenagakerjaan. PKWTT dapat dibuat secara
lisan maupun tertulis. Apabila PKWTT dibuat secara lisan maka pengusaha wajib
membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 63 ayat 1 dan
2 UU Ketenagakerjaan). Surat pengangkatan tersebut memuat sekurang-kurangnya :
a. Nama dan alamat pekerja;
b. Tanggal mulai bekerja;
c. Jenis pekerjaan;