Oleh :
Adinda Puri Ainun
NIM : 231011500082
Mahasiswa Program Studi PPKn, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Pamulang (UNPAM)
Tugas Mata Kuliah : Hukum Internasional
Dosen Pengampu : Bpk. Dr. Herdi Wisman Jaya S.pd., M.H
Prolog
Kalau bicara soal hak asasi manusia (HAM), rasanya semua orang sepakat bahwa hak dasar itu melekat pada setiap manusia dan tidak boleh diganggu siapa pun. Namun, ketika masuk ke ranah hukum internasional, saya sering merasa aturan HAM ini masih lebih banyak hidup dalam wacana ideal daripada kenyataan. Di atas kertas, memang ada banyak instrumen hukum yang mengatur perlindungan HAM, tapi penerapannya di dunia nyata masih penuh tantangan.
Salah satu contohnya bisa kita lihat dalam konflik kemanusiaan yang terus terjadi, misalnya di Palestina atau Suriah. Ribuan warga sipil menjadi korban, sementara resolusi yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa seringkali tidak berjalan karena terganjal hak veto negara-negara besar. Dari situ terlihat jelas bahwa kepentingan politik masih jauh lebih dominan daripada nilai kemanusiaan. Akibatnya, hukum internasional dalam bidang HAM sering terasa tidak berdaya ketika berhadapan dengan kekuatan besar dunia.
Landasan dan Tantangan Penegakan HAM Internasional
Selain itu, penting untuk memahami bahwa pelaksanaan HAM tidak hanya bergantung pada Mahkamah Pidana Internasional (ICC), tetapi juga pada berbagai instrumen hukum internasional yang menjadi landasan utama perlindungan HAM di dunia. Deklarasi dan perjanjian internasional seperti Universal Declaration of Human Rights (UDHR), International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) telah menjadi dasar bagi negara-negara untuk melindungi hak asasi manusia.
Namun, efektivitas instrumen tersebut sering kali terhambat oleh kepentingan politik negara-negara besar, terutama ketika keputusan hukum harus melalui Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto. Kondisi ini membuat banyak pelanggaran HAM berat tidak mendapatkan sanksi tegas. Dalam situasi seperti ini, peran organisasi masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat internasional, dan opini publik global sangat penting sebagai kekuatan penekan terhadap negara pelanggar.
Oleh karena itu, diperlukan penguatan kelembagaan internasional agar penegakan HAM dapat berjalan secara lebih tegas, transparan, dan bebas dari kepentingan politik. Dengan begitu, hukum internasional benar-benar menjadi alat keadilan global yang melindungi hak setiap individu.
Opini Pribadi
Menurut saya, inilah kelemahan terbesar hukum internasional soal HAM: tidak punya kekuatan penuh untuk memaksa negara patuh. Mahkamah Pidana Internasional (ICC), misalnya, memang punya wewenang untuk mengadili pelanggaran berat seperti genosida dan kejahatan perang. Tapi pada kenyataannya, banyak negara tidak mengakui yurisdiksi ICC atau bahkan menolak untuk bekerja sama. Jadi, pelanggaran HAM bisa saja terus terjadi tanpa ada konsekuensi nyata bagi pelakunya.
Meski begitu, saya tidak bisa menutup mata bahwa hukum internasional tetap punya arti penting. Aturan-aturan global ini memberi standar moral dan hukum yang bisa dipakai sebagai dasar untuk menekan negara pelanggar. Bahkan, gerakan masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah, hingga individu di media sosial bisa memanfaatkan instrumen hukum internasional untuk bersuara dan menuntut keadilan. Hal ini menunjukkan bahwa meski lemah di sisi eksekusi, hukum internasional tetap punya kekuatan simbolik yang besar.
Bagi saya pribadi, yang paling penting sekarang adalah bagaimana membuat hukum internasional lebih independen dari dominasi politik negara-negara besar. HAM seharusnya murni soal kemanusiaan, bukan alat untuk kepentingan politik. Jika hukum internasional bisa lebih tegas, adil, dan konsisten, maka perlindungan HAM di tingkat global bisa lebih nyata.
Kesimpulan
Pada akhirnya, HAM dalam hukum internasional adalah cerminan komitmen dunia untuk menjaga martabat manusia. Memang jalannya masih jauh dari sempurna, tapi tanpa adanya aturan ini, pelanggaran HAM bisa dengan mudah diabaikan. Setidaknya, hukum internasional memberi harapan bahwa suatu saat nanti, kepentingan politik tidak lagi lebih kuat daripada nilai kemanusiaan.
Referensi
Alston, P. & Goodman, R. (2020). International Human Rights: The Successor to International Human Rights in Context.
Cryer, R., Friman, H., Robinson, D., & Wilmshurst, E. (2019). An Introduction to International Criminal Law and Procedure.
Amnesty International. (2024). State of the World’s Human Rights 2024.
Human Rights Watch. (2025). World Report 2025: Events of 2024.
International Criminal Court. (2023). Report on Activities and Challenges in the Implementation of International Criminal Justice.