Penulis: Novi Keristina Giawa
Instansi: Universitas Pamulang

MEDIASEMBILAN.COM – Hai, teman-teman! Kita semua pasti pernah merasa stres di tempat kerja, bukan? seperti deadline, tumpukan pekerjaan, atau atasan yang selalu menuntut lebih. Stres kerja bisa membuat kita menjadi tidak produktif, bahkan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.

Yuk, kita bahas bersama mengenai penyebab stres kerja, dampak, dan gimana cara mengatasinya agar kita bisa tetap sehat dan bahagia saat bekerja.

Pada artikel ini akan membahas tantangan yang dihadapi oleh Generasi Z di tempat kerja, terutama terkait dengan stres kerja dan dampaknya terhadap performa kerja.

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, dikenal sebagai generasi digital native yang memiliki akses luas terhadap teknologi dan informasi. Namun, mereka juga menghadapi tekanan yang signifikan akibat tuntutan untuk selalu terhubung dan beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat.

Menurut survei Cigna International Health tahun 2023, sekitar 91% pekerja berusia 18 hingga 24 tahun mengalami stres, dengan faktor penyebab utama termasuk gaji yang tidak memadai, tekanan dari atasan, dan prospek karir yang tidak pasti. Penelitian juga menunjukkan bahwa hampir seperempat responden Gen Z mengalami stres yang tidak terkendali dan 98% mengalami gejala kelelahan.

Dalam konteks ini, penting bagi perusahaan untuk memahami kebutuhan dan keprihatinan karyawan Generasi Z serta memberikan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi stres di tempat kerja. Lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung, serta mendengarkan masukan dari karyawan merupakan hal yang harus diperhatikan oleh suatu perusahaan.

Selain itu, pengembangan keterampilan manajemen stres dan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional juga dianggap penting untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Dengan langkah-langkah tersebut, perusahaan dapat membantu mengurangi tingkat stres dan meningkatkan produktivitas serta kinerja karyawan Generasi Z secara keseluruhan.

Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah memberikan dampak besar pada berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dinamika dunia kerja. Inovasi seperti kecerdasan buatan dan komputasi awan telah meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga menghadirkan tantangan signifikan dalam konteks pekerjaan. Selain itu, transformasi digital telah mengubah cara kita bekerja dengan memperkenalkan fleksibilitas dan mobilitas, yang memerlukan adaptasi yang cepat dari individu dan organisasi (Mualana & Adnyana, 2024).

Selain itu, transformasi digital telah mengubah cara kerja dengan memperkenalkan fleksibilitas dan mobilitas, yang mengharuskan individu dan organisasi untuk beradaptasi dengan cepat. Meskipun perkembangan teknologi mempercepat hampir semua proses, hal ini juga dapat menyebabkan penurunan kinerja karyawan (Kosdianti et al. 2021)`

Indonesia saat ini berada dalam fase bonus demografi, di mana proporsi penduduk usia produktif mencapai 69,28% dari total populasi, atau sekitar 190,83 juta jiwa. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia produktif dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia.

Di kota Semarang, proporsi penduduk usia produktif bahkan lebih tinggi, mencapai 71,48%, yang setara dengan sekitar 1,18 juta orang. Kondisi ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial.

Dengan begitu banyak individu dalam kelompok usia produktif, negara memiliki potensi untuk memanfaatkan tenaga kerja yang besar dan terampil. Namun, tantangan juga muncul jika tidak ada upaya yang efektif dalam pengelolaan sumber daya manusia dan pendidikan.

Generasi Z merupakan kelompok usia produktif yang saat ini tengah memasuki fase awal karier mereka. Mereka tidak hanya dikenal sebagai individu yang terampil dalam teknologi, tetapi juga memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dan semangat berwirausaha yang kuat (Hanifah & Wardono, 2020). Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, dibesarkan dalam era digital di mana teknologi berkembang pesat.

Hal ini menjadikan mereka sebagai digital natives, yang berarti mereka tidak hanya akrab dengan teknologi, tetapi juga mampu menggunakannya secara efektif dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan pekerjaan. Keahlian mereka dalam multitasking memungkinkan mereka untuk menyelesaikan beberapa tugas sekaligus, seperti menggunakan komputer sambil berkomunikasi melalui media sosial atau mendengarkan musik.

Open chat
1
Scan the code
Media Sembilan
Halo kakak 👋
Kalau Kakak mau upload berita atau artikel, yuk siapkan dulu naskah dan fotonya. Kalau sudah siap, Kakak bisa langsung kirim ke kami. Atau, kalau lebih mudah, Kakak bisa langsung chat mimin aja. Kami siap bantu! 😊