MEDIASEMBILAN.COM – Penurunan jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia saat ini menjadi isu yang tidak bisa diabaikan. Menurut data terbaru, jumlah kelas menengah telah menyusut sebesar 18,8 persen dalam beberapa tahun terakhir, dari 57,33 juta menjadi 48,27 juta. Fenomena ini tidak hanya mengancam daya beli individu, tetapi juga berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi nasional secara keseluruhan. Dalam konteks ini, kita perlu mempertanyakan langkah-langkah apa yang seharusnya diambil untuk membalikkan tren negatif ini.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan kelas menengah adalah kenaikan pajak dan biaya hidup yang semakin tinggi. Kebijakan seperti peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diberlakukan sejak April 2022 telah memberikan beban tambahan bagi kelompok ini. Kenaikan pajak tidak hanya mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan, tetapi juga berkontribusi pada penurunan konsumsi domestik—yang merupakan motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah tidak segera meninjau kembali kebijakan ini, dampaknya akan semakin parah, terutama bagi kelas menengah yang sudah terjepit.
Selain itu, faktor eksternal seperti ketidakpastian ekonomi global juga memengaruhi kondisi kelas menengah di Indonesia. Resesi dan krisis keuangan internasional dapat memperburuk situasi perekonomian domestik. Kelas menengah, yang umumnya bergantung pada pekerjaan tetap dan memiliki tabungan terbatas, menjadi kelompok yang paling rentan terhadap guncangan ekonomi semacam ini. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk merumuskan strategi yang tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga proaktif dalam menghadapi tantangan global.
Pemerintah juga harus berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan. Investasi dalam pendidikan akan membuka peluang bagi kelas menengah untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing mereka di pasar kerja. Sementara itu, peningkatan akses terhadap layanan kesehatan akan memastikan bahwa mereka dapat bekerja dengan produktif tanpa terganggu oleh masalah kesehatan.
Dalam laporan ‘Indonesia Economic Outlook 2024’, LPEM FEB UI menunjukkan bahwa kelas menengah berkontribusi sebesar 50,7 persen dari total penerimaan pajak negara. Penurunan daya beli di kalangan kelas menengah dapat mengakibatkan penurunan kontribusi pajak lebih lanjut, yang berpotensi memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang sudah rendah. Ini adalah sinyal jelas bahwa menjaga keberlanjutan kelas menengah sangat penting bagi stabilitas ekonomi negara.
Penurunan kelas menengah di Indonesia adalah masalah serius yang memerlukan perhatian segera dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan kebijakan yang mendukung kelas menengah—seperti pengurangan beban pajak dan insentif ekonomi—serta investasi dalam pendidikan dan kesehatan, kita dapat berharap untuk memulihkan stabilitas kelas menengah sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Jika kita gagal melakukan tindakan nyata sekarang, masa depan ekonomi Indonesia akan berada dalam risiko yang lebih besar.