Penulis | : | Hana Dwi Wulandari |
Instansi | : | S-1 Akuntansi Universitas Pamulang |
PT Indofarma Tbk (INAF), sebuah perusahaan farmasi milik negara yang berdiri sejak 1971, kini menghadapi masalah hukum serius terkait dugaan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan yang fiktif. Laporan keuangan terbaru dari Indofarma mengungkap adanya potensi kerugian negara yang mencapai Rp371 miliar. Berdasarkan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk periode 2020 hingga 2023, ditemukan indikasi fraud dalam pengelolaan keuangan yang melibatkan Indofarma dan anak perusahaannya. Temuan ini telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti lebih lanjut.
Tidak hanya itu, krisis likuiditas juga turut melanda Indofarma, yang mengakibatkan perusahaan kesulitan membayar gaji karyawan sejak Maret 2024. Kondisi ini diperparah oleh putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S) oleh Pengadilan Niaga di Jakarta pada bulan yang sama, setelah perusahaan gagal memenuhi kewajiban utangnya. Untuk membantu memulihkan kondisi keuangan perusahaan, Kementerian BUMN kini bekerja sama dengan holding BUMN farmasi, PT Bio Farma (Persero), dalam proses restrukturisasi Indofarma.
Indofarma mengalami kerugian bersih sebesar Rp166,48 miliar pada kuartal III tahun 2024, meskipun angka ini menunjukkan penurunan sebesar 13,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun, penjualan bersih perusahaan turun drastis hingga 69%, dari Rp445,70 miliar menjadi Rp137,87 miliar.
Secara lebih rinci, penjualan lokal di segmen ethical berkurang hingga 76,6% menjadi Rp63,7 miliar. Penjualan alat kesehatan dan layanan klinik juga menurun sebesar 53,3%, mencapai Rp10,83 miliar. Meskipun terjadi peningkatan penjualan vaksin sebesar 35,1% menjadi Rp49,22 miliar, penjualan ekspor justru mengalami penurunan sebesar 69%.
Selain kendala finansial, mantan manajer keuangan Indofarma, Bayu Pratama Erdiansyah, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengelolaan keuangan Indofarma dan anak perusahaannya, PT Indofarma Global Medika (IGM), selama periode 2020-2023. Kasus ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp371 miliar.