Ditulis oleh,
Nama : Nita Amelya
Nim : 201011500006
Prodi : PPKn
Menjelang pemilu, sering kali kita temui istilah Money Politic/Politik Uang. Menurut Juliansyah (2007), Politik uang adalah suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik, kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters).
Istilah ini sungguh tidak asing di dengar. Mengenai budaya, memang politik uang menjadi ciri khas pada setiap pemilihan umum berlangsung. Namun, apakah politik uang ini bisa diberhentikan?
Politik uang tentunya sudah menjadi bagian terpenting bagi oknum yang sebisa mungkin menghalalkan segala cara untuk dapat menang, terutama dalam hal kampanye. Sebetulnya, masyarakat bisa hidup tanpa adanya politik uang.

Akan tetapi banyaknya oknum untuk mengambil kesempatan ini dan mengupayakan kemenangan tersebut, maka terjadilah politik uang pada setiap adanya pemilu maupun pilkada.
Politik uang menjadikan masyarakat untuk tidak berfikir kritis dalam memilih dan memilah paslon pemimpin daerahnya. Adanya politik uang tentu membuat masyarakat selalu berfikir untuk menunggu uang yang diberikan oleh oknum sehingga masyarakat menggukanakan hak pilihnya dengan siapa yang memberikan uang ke mereka.
Tentunya ini menjadi hal yang sangat rugi. Karena masyarakat tidak berfikir panjang untuk apa mereka memilih paslon tersebut. Apa visi misi paslon untuk memajukan daerahnya, sampai dengan bagaimana upaya yang harus paslon lakukan dengan berbagai kasus yang ada di daerah tersebut.
Yang hanya masyarakat tahu, mereka adalah paslon yang harus ia pilih karena ia mendapatkan uang dari oknum paslon. Bukankah hal ini yang akannya sangat dirugikan jika kinerja paslon tersebut tidak bagus ketika terpilih?
Menurut Agustino (2009), ada 8 penyebab masyarakat terlibat dalam money politic, yaitu: sudah tradisi; haus kejayaan; lingkungan yang mendukung; hukum yang bisa dibeli; lemah iman; masyarakat miskin; rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik; dan kebudayaan.
Tanpa kita sadari, bahwasanya pada zaman kolonialisme sebetulnya politik uang ini sudah ada. Zaman dahulu, para kolonialisme memberikan suap kepada para pejabat pribumi untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Hingga sampai saat ini, kebiasaan buruk tersebut terbawa dan masih ada.
Adanya politik uang menyebabkan lemahnya penegakkan hukum dalam hal pemilu maupun pilkada. Masyarakat yang mendapatkan suap, enggan untuk melaporkan dan menjadi saksi alih-alih takut permasalahan menjadi panjang dan berujung ke hukum.
Selain itu, di dalam undang-undang Pemilu dan Pilkada pun tidak dijelaskan secara rinci bagaimana perlingungan hukum bagi para pelapor ketika melaporkan adanya politik uang. Sehingga masyarakat tetap tutup mulut dan tidak melaporkan. Karena zaman sekarang, hal ini seringkali terjadi dimana masyarakat kecil melaporkan apapun yang berkaitan dengan ranah kepemerintahan, maka akan di tindas dengan berbagai macam bentuk penindasannya baik kecil maupun besar.
Namun terlepas dari fungsi, tugas, dan wewenang sebagai lembaga pengawasan pemilu dan pilkada dalam hal 3P yaitu pencegahan, pengawasan, dan penindakan terhadap berlangsungnya pemilihan tersebut, sebaikanya harus dilaksanakan dengan pemilihan yang bersih dari politik uang. Hal ini harus di dukung oleh peran pemerintah dan masyarakat agar tidak terjadi lagi kesempatan untuk melakukan tindakan suap dalam politik. Jangan menjadikan politik uang ini sebagai budaya pada masyarakat.
Ada dampak yang ditimbulkan dari adanya politik uang. Tentu dampak tersebut adalah dampak negatif. Adanya politik uang menjadikan masyarakat tidak cerdas dalam memilih, menurunkan harkat martabat manusia karena disuap dengan uang, dan tentunya merusak tata tertib pemilu dan demokrasi. Masyarakat diberikan dalil-dalil janji oleh paslon, setelah itu diberikan uang.
Padahal banyak kasus yang sudah ada dan real terjadi. Bahwa setelah mencalonkan diri dan terpilih, janji-janji tersebut tidak terealisasikan. Bahkan biasanya masyarakat yang menerima suap tersebut menjadi geram dengan kinerja pasangan yang ia pilih akan tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena dulu pasangan ini yang ia pilih dan berujung menyesal.

Namun, selain hal ini ada juga masyarakat yang hanya menerima suap politik uang, akan tetapi bermain belakang hanya untuk mendapatkan uang nya saja. Tentu hal ini sungguh membuat miris.
Mengingat buruknya akibat politik uang, maka hal ini sangat harus di cegah. Jika oknum-oknum yang menyebarkan suap tidak berhenti, maka masyarakat yang harusnya memulai untuk tidak mengambil suap tersebut. Politik uang menjadikan diri kita tidak bermartabat. Sudah jelas, orang yang menerima suap apakah memiliki harga diri besar? Tentu tidak kan?
Jika memiliki harga diri tentunya, tidak menerima suap. Kita sebagai masyarakat harus memilih secara bersih dan bijak dengan melihat kinerja real pada setiap paslon selama terjun di lingkungan masyarakat. Hal ini juga tentu yang akan membuat masyarakat tidak menyesal memilih calon pemimpin daerahnya. Maka dari itu, katakan tidak pada politik uang. Hempaskan budaya politik uang mulai dari sekarang. Tanamkan dalam diri kita untuk bersih memilih. Dan mulai bijak lah dalam memilih agar tidak menyesal di kemudian hari. Jika bukan diri sendiri dahulu yang sadar, lalu siapalagi?