dan Hubungan Interpersonal pada Mahasiswa
Nur aisyah ,aisyahsyahkey1904@gmail.com
Pendahuluan
Pada era digital sekarang, media sosial seperti Instagram telah menjadi bagian penting dari
kehidupan sehari-hari, khususnya di kalangan mahasiswa. Dengan pengguna aktif bulanan
yang mencapai lebih dari satu miliar orang, Instagram tidak hanya berfungsi sebagai wadah
berbagi foto dan video, tetapi juga memengaruhi berbagai aspek psikologis dan sosial
penggunanya. Mahasiswa, yang sedang berada dalam fase pembentukan identitas diri serta
pengembangan hubungan sosial, cenderung lebih rentan terhadap pengaruh tersebut. Tulisan
ini menyoroti bagaimana penggunaan Instagram berdampak pada pembentukan citra diri dan
hubungan interpersonal mahasiswa, berdasarkan sejumlah penelitian terbaru. Citra diri
mencerminkan bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri, termasuk aspek harga diri
dan kepuasan terhadap tubuh, sedangkan hubungan interpersonal berkaitan dengan interaksi
sosial antarindividu.
Dampak terhadap Pembentukan Citra Diri
Penggunaan Instagram kerap dikaitkan dengan perubahan citra diri mahasiswa, yang
umumnya bersifat negatif karena adanya proses perbandingan sosial (social comparison).
Banyak mahasiswa membandingkan diri mereka dengan unggahan orang lain yang
menampilkan citra ideal, seperti foto yang telah diedit atau gaya hidup yang tampak
sempurna, sehingga menurunkan rasa percaya diri dan menimbulkan ketidakpuasan terhadap
penampilan fisik.
Sebuah penelitian observasional terhadap dewasa muda di Spanyol menunjukkan bahwa
penggunaan Instagram lebih dari tiga jam per hari berkorelasi positif dengan meningkatnya
self-criticism, yang erat hubungannya dengan rendahnya harga diri. Peserta yang
menggunakan Instagram lebih lama memiliki skor self-criticism lebih tinggi (rata-rata 4,12)
dibandingkan mereka yang menggunakan kurang dari satu jam (rata-rata 3,30). Paparan
terhadap konten bertema kecantikan dan fesyen juga memperburuk kondisi ini, terutama di
kalangan usia 18–35 tahun, yang sebagian besar merupakan mahasiswa.
Penelitian kualitatif pada mahasiswi sarjana di Irlandia menemukan hasil serupa. Seluruh
responden melaporkan bahwa upward social comparison dengan selebriti atau teman sebaya
menimbulkan rasa tidak aman, iri hati, serta penurunan kepuasan hidup. Mereka cenderung
melakukan self-presentation secara selektif dengan hanya mengunggah foto terbaik yang
telah diedit, sehingga memperkuat lingkaran ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Menurut
para konselor yang terlibat dalam penelitian tersebut, kondisi ini bahkan dapat memicu
gangguan kesehatan mental seperti depresi.
Sementara itu, studi pada mahasiswa di Inggris mengungkapkan bahwa Instagram
membentuk standar “Instagram ideal,” di mana representasi tubuh yang tidak
realistis—seperti tubuh langsing ekstrem atau hasil operasi—membuat mahasiswa merasa
tidak puas dengan diri mereka. Hampir semua partisipan mengaku bahwa paparan semacam
itu menormalisasi kebencian terhadap tubuh sendiri, sehingga berdampak buruk pada citra
diri secara keseluruhan. Meski terdapat efek positif kecil, seperti munculnya motivasi dari
unggahan yang bersifat inspiratif, pengaruh tersebut sangat terbatas.
Secara umum, dampak negatif ini lebih terasa pada mahasiswi, di mana ketergantungan
terhadap validasi eksternal melalui like dan komentar justru semakin memperburuk citra diri
mereka.
Dampak terhadap Hubungan Interpersonal
Instagram turut memengaruhi hubungan interpersonal mahasiswa dengan menghadirkan
dampak yang bersifat ganda—baik positif maupun negatif. Di satu sisi, platform ini
memperkuat konektivitas sosial; namun di sisi lain, ia juga berpotensi menimbulkan perasaan
terasing dan konflik dalam hubungan.
Dari sisi positif, Instagram memudahkan mahasiswa untuk mempertahankan serta
memperluas jaringan sosial. Melalui platform ini, mereka dapat berbagi kabar dengan teman
dan keluarga, mengatur pertemuan, serta menjalin relasi baru lintas negara. Dalam penelitian
kualitatif terhadap mahasiswa di Inggris, seluruh responden memandang Instagram sebagai
sarana untuk “tetap terhubung” dan “memperluas lingkaran sosial,” yang berkontribusi
terhadap kesejahteraan mental melalui rasa kebersamaan. Sementara itu, studi pada
mahasiswa di Tiongkok menunjukkan bahwa interaksi sosial daring—termasuk di platform
serupa Instagram—secara tidak langsung meningkatkan kemampuan sosial-emosional
melalui penguatan bonding social capital dengan keluarga dan teman sebaya, meskipun efek
langsungnya tidak terlalu besar. Hal ini membantu mahasiswa mengasah keterampilan sosial,
seperti empati dan kemampuan memberikan dukungan emosional.
Meski demikian, dampak negatif cenderung lebih dominan. Ketergantungan terhadap metrik
digital seperti likes, komentar, dan jumlah pengikut sering membuat mahasiswa menilai harga
diri mereka berdasarkan validasi daring, yang akhirnya merusak hubungan nyata. Ketika
unggahan mereka mendapat sedikit likes, mereka merasa kurang disukai atau bahkan tersisih,
sehingga menimbulkan kecemasan sosial. Di sisi lain, cyberbullying juga menjadi persoalan
yang cukup sering terjadi; lebih dari separuh mahasiswa dalam penelitian tersebut pernah
menjadi korban atau saksi komentar negatif, yang kemudian menurunkan rasa percaya diri
dan kualitas interaksi sosial.
Penelitian umum mengenai media sosial juga menegaskan bahwa penggunaan berlebihan
dapat mengurangi intensitas komunikasi tatap muka, menyebabkan kesepian, dan
menimbulkan perasaan terisolasi. Pada mahasiswa, platform seperti WeChat—yang memiliki
fungsi mirip Instagram—memang memperluas jaringan sosial, tetapi juga meningkatkan
kecemasan akibat penyebaran informasi palsu serta kurangnya kedalaman dalam komunikasi
emosional. Secara keseluruhan, meskipun Instagram mampu memperluas koneksi sosial,
platform ini sering kali mengorbankan kualitas hubungan interpersonal dengan mendorong
interaksi virtual yang bersifat dangkal
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengurangi efek negatif Instagram terhadap citra diri dan hubungan sosial mahasiswa,
diperlukan pendekatan berbasis bukti yang efektif. Langkah-langkah seperti membatasi
durasi penggunaan, meningkatkan literasi media untuk membangun pemikiran kritis, dan
memilih konten yang positif serta realistis dapat membantu. Upaya ini mampu mengurangi
kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa percaya diri
mahasiswa terhadap penampilan dan kemampuan mereka.
Selain itu, mahasiswa disarankan untuk lebih sering melakukan interaksi tatap muka melalui
aktivitas offline, seperti bergabung dengan organisasi kampus atau acara sosial, guna
mempererat hubungan interpersonal. Pendekatan terapi seperti Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) juga efektif untuk mengelola stres dan kecemasan akibat penggunaan media sosial
yang berlebihan. Membangun pola penggunaan digital yang sehat, seperti mengatur waktu
layar dan menjaga keseimbangan antara aktivitas daring dan luring, perlu didukung oleh
institusi pendidikan, keluarga, serta fitur kesehatan mental yang disediakan oleh platform
Instagram.
Kesimpulan
Penggunaan Instagram memberikan pengaruh yang bersifat ganda bagi mahasiswa—dampak
negatif lebih menonjol pada aspek citra diri akibat perbandingan sosial dan ketidakpuasan
terhadap tubuh, sementara pada hubungan interpersonal, efeknya bersifat campuran antara
peningkatan konektivitas dan risiko keterasingan serta cyberbullying. Untuk mengurangi efek
buruk tersebut, mahasiswa dianjurkan membatasi durasi penggunaan, menghindari paparan
konten yang memicu perbandingan, serta lebih mengutamakan interaksi langsung dalam
kehidupan nyata. Lembaga pendidikan juga berperan penting dengan memberikan edukasi
mengenai penggunaan media sosial yang bijak dan sehat. Selain itu, diperlukan penelitian
lanjutan yang menyoroti konteks budaya Indonesia, mengingat tingginya popularitas
Instagram di kalangan mahasiswa.
Daftar pustaka
Pengaruh Motif Penggunaan Filter Instagram Terhadap Kepercayaan Diri Mahasiswa
Program Studi Psikologi Universitas Nusa Cendana – Dapries Banoet dkk. (2024) –
membahas hubungan fitur Instagram (filter) dengan kepercayaan diri mahasiswa.
Penggunaan Media Sosial dan Interaksi Sosial pada Mahasiswa – Friska Anggita Azahra dkk.
(2024) – fokus pada media sosial (termasuk Instagram) dan interaksi sosial
mahasiswa.
Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram Terhadap Akhlak Mahasiswa –
Misroji & Rahma Syarifah (2024) – meskipun tema sedikit berbeda (akhlak) namun
terkait dengan intensitas penggunaan Instagram mahasiswa.
