KORNELIA EFRIANA MUMUNG, Universitas Pamulang
Pendahuluan
Pelaksanaan hukum yang adil dan merata sangat bergantung pada kesadaran hukum masyarakat, terutama generasi muda sebagai pilar masa depan bangsa. Dalam konteks ini, mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) memiliki peran strategis dalam membentuk karakter warga negara yang memahami, menghormati, dan menaati hukum. Sayangnya, pelanggaran hukum di kalangan generasi muda masih sering terjadi, mulai dari penyalahgunaan narkoba, bullying, hingga pelanggaran lalu lintas dan tindak pidana ringan lainnya. Kondisi ini menunjukkan masih lemahnya internalisasi nilai-nilai hukum sejak dini. Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan harus difungsikan tidak hanya sebagai mata kuliah normatif, tetapi juga sebagai medium yang aktif membentuk sikap sadar hukum melalui pendekatan yang kontekstual dan reflektif.
Pembahasan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan instrumen pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter warga negara yang berjiwa nasionalis, demokratis, dan taat hukum. Dalam ranah pendidikan tinggi, mata kuliah ini bukan sekadar pengulangan materi dari jenjang sebelumnya, melainkan sarana pematangan berpikir kritis terhadap persoalan kebangsaan dan hukum dalam kehidupan nyata.
Pelanggaran hukum di kalangan generasi muda sering kali disebabkan oleh tiga faktor utama: minimnya pemahaman terhadap aturan, lemahnya penanaman nilai moral, dan kurangnya keteladanan dari lingkungan. Pendidikan Kewarganegaraan hadir untuk menjawab tantangan ini dengan tiga pendekatan utama, yaitu: (1) pendekatan kognitif, yang memberikan pemahaman teoritis tentang sistem hukum nasional dan prinsip-prinsip keadilan; (2) pendekatan afektif, yang menanamkan nilai moral dan etika dalam kehidupan bernegara; serta (3) pendekatan konatif, yang mendorong peserta didik untuk aktif terlibat dalam perilaku taat hukum melalui pembiasaan dan keteladanan.
Materi hukum dalam PPKn tidak hanya membahas norma dan undang-undang, tetapi juga menyoroti isu-isu hukum aktual seperti korupsi, intoleransi, kejahatan siber, serta hak dan kewajiban warga negara. Dengan mengaitkan materi pembelajaran pada fenomena sosial yang aktual, mahasiswa diajak untuk merefleksikan peran mereka sebagai bagian dari sistem hukum itu sendiri. Misalnya, melalui studi kasus pelanggaran hak asasi manusia atau penanganan konflik horizontal, mahasiswa dilatih berpikir kritis dan solutif.
Lebih lanjut, metode pembelajaran PPKn yang bersifat dialogis, seperti diskusi kelompok, debat hukum, dan simulasi peradilan, mampu menanamkan nilai kesadaran hukum secara lebih mendalam daripada metode ceramah. Aktivitas ini bukan hanya menambah pengetahuan, tetapi juga melatih keberanian menyuarakan kebenaran serta mengedepankan nilai keadilan dan toleransi. PPKn menjadi ruang praktik mini demokrasi di lingkungan akademik yang aman dan mendidik.
Selain itu, pendidikan karakter yang melekat dalam PPKn juga berfungsi sebagai penguat integritas pribadi mahasiswa. Nilai kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian sosial menjadi fondasi utama dalam mencegah pelanggaran hukum. Ketika nilai-nilai ini tertanam secara kuat, mahasiswa tidak hanya menjadi tahu apa itu hukum, tetapi juga memiliki keinginan internal untuk menjunjung dan menjaga hukum dalam kehidupan sehari-hari.
Penutup
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki posisi strategis dalam mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kesadaran hukum yang tinggi. Dalam menghadapi realitas sosial yang kompleks dan dinamis, pendekatan pembelajaran PPKn harus diperkuat dengan muatan kontekstual dan metode partisipatif agar mampu menjadi sarana preventif terhadap pelanggaran hukum. Dengan demikian, PPKn tidak lagi dianggap sebagai mata kuliah pelengkap, melainkan sebagai ruang penting untuk membangun karakter warga negara yang taat hukum, kritis, dan berintegritas.