MEDIASEMBILAN.COM – Pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengenai penggunaan serangga sebagai menu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah menimbulkan banyak reaksi. Menurut Dadan, serangga seperti belalang dan ulat sagu dapat menjadi alternatif lauk bergizi di daerah tertentu yang sudah terbiasa mengonsumsinya. Namun, rencana ini menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk anggota DPR dan pengamat, yang mempertanyakan kelayakan dan penerimaan masyarakat terhadap ide tersebut.
Analisis Kebijakan BGN
1. Konteks Lokal
Dadan menegaskan bahwa BGN tidak menerapkan standar menu seragam secara nasional, melainkan menyesuaikan dengan potensi pangan lokal. Hal ini berarti bahwa hanya daerah yang memiliki tradisi mengonsumsi serangga yang akan memasukkan menu tersebut ke dalam program MBG. Meskipun demikian, banyak yang berargumen bahwa pendekatan ini bisa jadi tidak realistis di banyak wilayah lain, di mana serangga bukanlah pilihan makanan yang umum atau diterima oleh masyarakat.
2. Kritik dan Protes
Kritik muncul dari berbagai pihak yang menyatakan bahwa penggunaan serangga sebagai sumber protein dalam program makanan bergizi gratis bisa menjadi langkah mundur dalam upaya peningkatan gizi masyarakat. Anggota DPR menilai bahwa masih banyak sumber protein lain yang lebih diterima secara luas oleh masyarakat, seperti telur, ikan, dan daging. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa usulan ini mencerminkan kurangnya anggaran untuk program gizi yang lebih konvensional.
Dalam menghadapi tantangan gizi di Indonesia, BGN perlu mempertimbangkan dengan hati-hati pilihan bahan makanan yang akan digunakan dalam program MBG. Meskipun serangga memiliki nilai gizi tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya konsumsi di beberapa daerah, pendekatan ini harus disertai dengan edukasi dan pemahaman yang baik dari masyarakat agar dapat diterima dengan baik.
Sumber : detikhealth